BISNIS

Tanggung Jawab Marketplace atas Barang Palsu

 


Transaksi jual beli secara online menjadi kebiasaan baru mayoritas masyarakat di Indonesia. Transaksi melalui marketplace—yang sedang berkembang pesat di Indonesia—ini mulai dari untuk melengkapi kebutuhan primer sehari-hari sampai dengan kebutuhan sekunder. Marketplace itu pada dasarnya adalah sistem elektronik.

Merujuk Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. Sistem elektronik diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSE).

Sistem elektronik mempunyai dua kategori yaitu lingkup publik dan lingkup privat.Marketplace termasuk dalam kategori PSE lingkup privat sesuai Pasal 2 ayat 5 PP PSE. Kewajiban marketplace sebagai PSE adalah memastikan sistem elektroniknya mematuhi ketentuan undang-undang.

Marketplace sebagai PSE lingkup privat juga terikat Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 joPeraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permenkominfo PSE Privat). Isinya mengategorikan marketplace sebagai PSE Lingkup Privat berbasis User Generated Content (UGC). Kewajiban lain yang diatur Pasal 10 Permenkominfo PSE Privat yaitu, PSE Lingkup Privat UGC wajib memiliki tata kelola tentang Informasi/Dokumen Elektronik dan menyediakan sarana pelaporan.

Sampai saat ini dalam marketplace masih sering ditemukan penjualan barang-barang palsu atau duplikat dari orisinalnya. Penjual bahkan secara jelas menuliskan deskripsi sebagai barang duplikat. Penjualan barang palsu/duplikat dalam marketplace ini sebenarnya perbuatan yang dilarang undang-undang. Mari menyebut salah satu yang melarangnya yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Penjualan barang palsu/duplikat ini melanggar Pasal 9 ayat 3 UU Hak Cipta yaitu Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan”.

Pihak yang telah memperdagangkan barang palsu/duplikat ini jelas menggandakan karya cipta orang lain tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta. Mereka menggunakannya secara komersial untuk mendapat keuntungan ekonomi dari karya cipta tersebut, juga tanpa izin. Lebih lanjut, Pasal 10 UU Hak Cipta juga mengatur bahwa suatu pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta di tempat perdagangan yang dikelolanya.

Penjualan bebas barang palsu/duplikat di marketplace ini karena marketplace berbasis UGC. Artinya, setiap pengguna dari marketplace bisa mengunggah sendiri konten atau barang yang ingin dijual bebas. Penjual menganggap ini cara yang mudah dan fleksibel. Cukup dengan membuat akun pengguna di marketplace, setiap penjual bisa mengunggah barang apa saja. Sudah jelas barang palsu atau barang duplikat atau barang yang melanggar undang-undang bisa termasuk di sana.

Batas Tanggung Jawab

Di sisi lain, pemerintah juga memberikan perlindungan kepada marketplace dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2016 tentang Batasan dan Tanggung Jawab Penyedia Platform dan Pedagang (merchant) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (electronic ecommerce) yang berbentuk User Generated Content yang dikenal sebagai Safe Harbour Policy (SE Safe Harbour Policy).

SE Safe Harbour Policy ini memperjelas batas tanggung jawab marketplace sebagai UGC sebagai berikut, “Tanggung jawab platform UGC sebagaimana yaitu: a.Bertanggungjawab atas penyelenggaraan sistem elektronik dan pengelolaan kontennya di dalam platform secara andal, aman dan bertanggung jawab; b.Ketentuan huruf a tersebut tidak berlaku bila dapat dibuktikan terjadinya kesalahan atau kelalaian dari pihak pedagang (merchant) atau pengguna platform”.

Jadi, jika terdapat barang yang melanggar undang-undang dalam marketplace maka bukan kesalahannya melainkan kesalahan penjual sebagai pengguna marketplace. Namun, jika penjualan barang palsu atau duplikat dilakukan secara jelas—misalnya dengan menulis info deskripsi produk sebagai barang yang dilarang oleh undang-undang—tentu pihak marketplace bisa menyadari untuk bertindak. Baik PP PSE maupun Permenkominfo PSE Privat mewajibkan marketplace memastikan isi konten atau barang pada di layanannya tidak melanggar undang-undang.

Saat ini dapat dikatakan pihak marketplace belum melaksanakan upaya atau kewajiban mereka secara maksimal. Masih ada celah untuk para penjual nakal memperdagangkan barang-barang palsu atau duplikat yang melanggar undang-undang. Marketplace pernah merespon tegas aduan atau temuan perdagangan barang palsu di beberapa peristiwa. Langkah represif pernah dilakukan dengan menarik penjualan barang palsu dari marketplace.

Namun, sebaiknya pihak marketplace melakukan upaya preventif lebih jauh dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka. Penyaringan khusus bisa dilakukan tanpa perlu menunggu pengaduan. Selain itu, pihak marketplace bisa melakukan monitoring rutin secara aktif dan berkala atas produk-produk yang diperjualbelikan.

Cara preventif sejalan dengan kewajibannya berdasarkan Safe Harbour Policy. Isi angka Romawi V huruf C angka 1 huruf e menyebut, “platform UGC mempunyai kewajiban untuk melakukan filter penyaringan atau monitoring secara aktif dan berkala terhadap kegiatan penyelenggaraan perdagangan dalam platform UGC”. Kita berharap tidak ada lagi celah bagi para pihak yang mengedarkan barang palsu di marketplace.

*)Chantry Dhityaenggarwangi, S.H., advokat di DKI Jakarta.

Posting Komentar

0 Komentar