BISNIS

Ketua KPK: Pedang Peradilan Itu Kepercayaan Publik

 


KPK membutuhkan dukungan kepercayaan publik sebagai kunci keberhasilan pemberantasan korupsi.

Permasalahan hukum pada internal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah. Pasca-pemberhentian Firli sebagai pimpinan KPK dan digantikan Nawawi Pomolango, KPK berkomitmen memulihkan harapan dan kepercayaan publik kembali.

Ketua KPK, Nawawi Pomolango menegaskan KPK membutuhkan dukungan dan kepercayaan publik sebagai kunci keberhasilan pemberantasan korupsi sesuai UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Bagi badan peradilan, hilangnya kepercayaan publik itu seperti kehilangan palu. Pedang peradilan itu kepercayaan publik. Sama halnya yang dirasakan KPK, hilangnya rasa kepercayaan publik (saat ini, red) rasanya merontokan semuanya,” ujar Nawawi saat berkunjung ke kantor Hukumonline pada Kamis (18/1/2024).

Nawawi menyoroti penurunan berbagai indeks penilaian korupsi yang menunjukan data penurunan. Seperti Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari Transparansi Internasional, Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) dari Badan Pusat Statistik dan Survei Penilaian Integritas (SPI) dari KPK dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Untuk itu, KPK berkomitmen meningkatkan komunikasi dengan media dan Non Goverment Organization (NGO) alias organisasi non pemerintah sehubungan pemberantasan korupsi.

Sebab, pemberantasan korupsi seiring perkembangan zaman menghadapi tantangan semakin berat, bahkan dari pihak sesama instansi pemerintah sendiri. Terlebih, tingginya risiko konflik kepentingan terjadi di internal pemerintah menjelang hingga memasuki tahun Pemilu 2024.

Permasalahan penurunan kepercayaan publik tidak hanya dialami KPK. Nawawi menjelaskan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang sama-sama berdiri pasca-reformasi pun mengalami nasib serupa.  Kedua lembaga negara itu kini sedang diuji dengan persoalan menurunnya kepercayaan publik

“KPK dan MK mempunyai nasib yang sama saat ini, Ketua MK menyampaikan kepada saya bahwa KPK dan MK sama-sama ingin mengembalikan kepercayaan publik yang saat ini kami alami. Tergerusnya kepercayaan publik itu menjadi pukulan yang telak bagi kami,” imbuhnya.

Untuk itu, pria yang berlatarbelakang hakim itu mengharapkan presiden terpilih sebagai pemimpin tertinggi negara mampu mengkoordinir serta mengambil langkah tegas dalam pemberantasan korupsi. Dia pun berpesan agar pemerintah  mengambil langkah tegas berupa kebijakan penguatan kelembagaan KPK dalam melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi.

”Nepotisme, kolusi dan konflik kepentingan itu merupakan penyakit yang kronis,” ujar mantan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar.

Sebelumnya, dalam acara ’Paku Integritas KPK’ yang diselenggarakan KPK pada Rabu (17/1/2024) malam, Nawawi menyinggung lemahnya kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Dia melaporkan kepatuhan LHKPN secara lengkap diabaikan oleh sekitar 10.000 dari sekitar 371.000 penyelenggara negara. Tidak adanya sanksi tegas atas pelaporan LHKPN menjadi salah satu faktor utama.

Dia berharap kepatuhan LHKPN menjadi standar dalam penunjukan seseorang sebagai pejabat negara. Bahkan, pejabat yang tidak patuh melapor LHKPN dapat diberhentikan sebagai pejabat publik. Termasuk perlunya penguatan kelembagaan KPK dalam melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi .

”Presiden terpilih nanti menyaring calon pimpinan KPK yang berintegritas dan tidak memiliki rekam jejak buruk dalam pemberantasan korupsi. Selanjutnya, presiden dan wapres terpilih dapat memperbaiki komunikasi antara KPK dengan lembaga penegak hukum lainnya,” pungkasnya.


Posting Komentar

0 Komentar