TENTANG kematian, di dalam Al-Quran telah disebutkan,
قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَࣖ ٨
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya pasti akan menemuimu. Kamu kemudian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” (Al-Jumuah ayat 8)
Para ulama berkata, “Manusia itu terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Orang yang tenggelam dalam kenikmatan dunia dan tidak pernah mengingat maut, karena maut dapat menyebabkan orang meninggalkan kesenangan dan kelezatan. Kalaupun mengingat maut, ia hanya mengingatnya dengan terpaksa.
2. Orang yang kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanya dalam tahap permulaan. Ia takut kepada Allah ketika mengingat kematian, dan ia juga tetap dalam taubat. Ia takut mati bukan karena meninggalkan dunia dan kelezatannya, tetapi karena belum sempurna tobatnya.
Ia tidak ingin mati terlebih dahulu agar dapat memperbaiki amalannya. Maka orang semacam ini kebenciannya dapat dimaafkan. Ia tidak termasuk di dalam golongan manusia sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Nabi ﷺ yang artinya: “Barangsiapa benci berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah benci berjumpa dengannya.”
Sebenarnya orang ini tidak benci berjumpa dengan Allah tetapi ia takut terhadap hal yang harus dihadapi sesudahnya. Orang ini seperti gadis yang bersiap-siap untuk menjumpai kekasihnya, agar kekasihnya itu senang kepadanya.
Orang ini hanya sibuk dengan apa yang mesti dipersiapkan, bukan sibuk dengan yang lain. Kalau tidak, maka keadaannya sama dengan orang yang pertama yaitu tenggelam dalam kesenangan dunia
3. Seorang yang arif telah sempurna tobatnya. Orang ini menyukai mati, bahkan menginginkan kematian, karena bagi seorang kekasih tidak ada waktu yang lebih indah selain berjumpa dengan orang yang dikasihinya.
Dan kematian baginya merupakan saat perjumpaan yang dirindukannya. Orang yang sedang dimabuk rindu tentu tidak akan pernah melupakan waktu kencannya. Mereka itu ingin segera mati, karena di situ akan terbukti mana yang setia dan mana yang durhaka, serta apa yang akan didapatkannya.
Dalam suatu riwayat disebutkan, ketika maut datang hendak menjemput Hudzaifah, ia berkata, “Kekasih datang pada saat kemiskinan, tidak akan beruntung orang yang menyesal. Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyelamatkanku dari fitnah.”
4. Orang yang berada pada tingkatan yang tertinggi. Orang ini dalam keadaan rela yakni segala sesuatu yang dimilikinya dipersembahkan hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Ia tidak mempunyai keinginan untuk mati ataupun hidup. Inilah puncak kerinduan, maqam ridho dan pasrah. Setiap saat orang ini selalu mengingat mati.
Bahkan, bagi orang yang sibuk dalam keduniaan hendaknya mengingat mati, karena dengan mengingat mati akan menyebabkan seorang mampu meninggalkan senjata dunia dan menjauhi penyakit. []
0 Komentar