Kominfo mendorong pengembangan tata kelola komunikasi publik yang adaptif, transparan, inklusif, dan akuntabel.
Penyebaran misinformasi dan disinformasi menjadi salah satu tantangan komunikasi publik lembaga pemerintah. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyatakan Pemerintah juga wajib melakukan penyebaran informasi yang akurat dan lengkap agar tidak terjadi kesenjangan informasi (information gap).
"Sejauh ini, 64 persen pemerintah di berbagai negara telah membentuk struktur khusus untuk menangkal disinformasi," jelasnya dilansir dari laman resmi Kominfo, Selasa (9/1/2024).
Nezar Patria menyontohkan Kementerian Kominfo yang memiliki tim khusus dengan tugas melakukan penanganan hoaks yang tersebar di media sosial dan situs web.
"Pemerintah sebagai regulator memiliki kewajiban untuk membatasi penyebaran hoaks dengan klarifikasi fakta," tandasnya.
Mengutip hasil Survei OECD Tahun 2021, Nezar menyatakan 60 persen dari 21 negara merasa bahwa pemerintah tidak melibatkan pandangan masyarakat dalam merangkai kebijakan sosial.
"Hal ini dapat berimplikasi kepada kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi serta institusi yang menjalankannya," ujarnya.
Oleh karena itu, Nezar Patria mengatakan pihaknya mendorong pengembangan tata kelola komunikasi publik yang adaptif, transparan, inklusif, dan akuntabel. "Harus dihadirkan untuk mewujudkan pola komunikasi yang efektif dan terpercaya," ujarnya.
Nazar juga menyatakan teknologi bisa mendorong partisipasi melalui penyebaran informasi dan mendorong transparansi. "Sekitar 45 persen pemerintahan menjadikan transparansi sebagai objektif utama dalam komunikasi publik mereka. Melalui komunikasi publik yang transparan, dialog yang alami dengan publik dapat tercipta," ungkapnya.
Selain itu, pemanfaatan teknologi digital juga merupakan peluang yang besar dalam menciptakan komunikasi publik yang efektif. "Media online dan media sosial memiliki pengaruh besar dalam membentuk argumentasi publik. Platform digital juga memberikan peluang bagi pemerintah untuk membangun kontak langsung dengan masyarakat dan sebaliknya," jelas Nezar Patria.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkapkan telah menangani sebanyak 1.615 konten isu hoaks yang beredar di website dan platform digital sepanjang tahun 2023. Total sejak bulan Agustus 2018, sudah 12.547 konten isu hoaks yang telah ditangani Kementerian Kominfo.
Jumlah isu hoaks yang ditangani Tim AIS Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo pada Tahun 2023 lebih banyak dibandingkan tahun 2022 yang ditemukenali sebanyak 1.528 isu hoaks.
Berdasarkan kategori, hingga Desember 2023, isu hoaks paling banyak berkaitan dengan sektor kesehatan. Tim AIS Kementerian Kominfo menemukan sebanyak 2.357 isu hoaks dalam kategori kesehatan. Isu yang berkaitan dengan penyebaran Covid-19 masih mendominasi dalam kategori ini. Selain itu ada banyak informasi yang menyesatkan berkaitan dengan obat-obatan dan produk kesehatan.
Isu hoaks yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan penipuan juga tercatat paling banyak ditemukan pada urutan kedua. Secara kumulatif, sejak Agustus 2018, Tim AIS Kementerian Kominfo menemukenali masing-masing 2.210 isu hoaks dalam kategori pemerintahan dan penipuan.
Isu hoaks paling banyak merujuk pada akun palsu pejabat pemerintah pusat dan daerah dan lembaga. Selain itu ada beberapa informasi menyesatkan mengenai kebijakan pemerintah terkini. Ada pula isu hoaks penipuan seperti informasi palsu dan menyesatkan mengenai rekrutmen lembaga swasta dan pemerintah, phishing, penipuan dengan nomor ponsel atau akun media sosial, hingga pembagian bantuan sosial yang disertai permintaan data pribadi atau uang sejumlah tertentu.
Sementara itu pada urutan ketiga tertinggi temuan isu hoaks, ada kategori politik. Tim AIS Kementerian Kominfo mengidentifikasi sebanyak 1.628 isu hoaks sejak Agustus 2018. Konten ini didominasi informasi yang berkaitan dengan partai politik, kandidat dan juga proses pemilihan umum.
0 Komentar